Monumen Nasional atau yang di singkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah Monumen peringatan setinggi 132 meter atau 433 kaki yang letaknya tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monas sendiri di dirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
Pembangunannya sendiri di mulai pada 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Soekarno dan di resmikan sehingga di buka untuk umum pada 12 Juli 1975. Tugu ini di mahkotai lidah api yang di lapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala dari rakyat Indonesia.
Tugu dan museum buka setiap hari mulai pukul 08:00 hingga 16:00 WIB sepanjang minggu kecuali hari Senin saat tugu tutup. Sejak April 2016, monumen ini juga buka pada malam hari mulai pukul 19:00 hingga 22:00 WIB pada hari Selasa hingga Jumat dan mulai pukul 19:00 hingga 00:00 WIB pada hari Sabtu dan Minggu.
Sejarah Monas
Idel awal pendirian Monumen Nasional berasal dari orang biasa yang namanya tak pernah di sebut – sebut atau bahkan di torehkan dalam prasasti. Ia adalah Sarwoko Martokoesoemo. Mantan Walikota Jakarta Sudiro (1953-1960).
Dalam tulisannya di halaman 3 harian Kompas, Rabu, 18 Agustus 1971 dengan sangat tegas menyebutkan. Ide pertama-tama pendirian Monas tidak muncul dari seorang presiden, menteri, pemimpin partai. Pun tidak dari seorang walikota atau anggota DPR(D).
“Yang memiliki ide pertama kali adalah seorang warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo.” Kata Sudiro.
Setelah pusat pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali ke Jakarta yang sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950. Menyusul pengakuan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh pemerintahan kolonial Kekaisaran Belanda di tahun 1949. Perencanaan pembangunan sebuah Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Di tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional di bentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional di gelar di tahun 1955. Ada 51 karya yang masuk, namun hanya satu karya yang di buat oleh Friedrich Silaban yang memenuhi kriteria yang di tentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara Ke 2
Sayembara kedua di gelar di tahun 1960 namun sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri lalu meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno. Namun Soekarno kurang menyukai rancangan tersebut.
Ia menginginkan monumen tersebut berbentuk Lingga dan Yoni. Silaban lalu di minta merancang monumen dengan tema seperti itu. Namun ternyata rancangan yang Silaban ajukan terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tak bisa di tanggung oleh anggaran negara.
Apalagi saat itu kondisi ekonomi sedang cukup buruk. Silaban lalu menolak merancang bangunan yang lebih kecil dan menyarankan pembangunan di tunda sampai ekonomi Indonesia membaik. meminta arsitek Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu.
Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45 melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian di bangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini di arsiteki oleh Friedrich Silaban dan Soedarsono mulai di bangun 17 Agustus 1961.