langerhanscellhistiocytosis.org – Kamal Ismail, seorang arsitek berkebangsaan Mesir, telah memainkan peran penting dalam renovasi besar-besaran Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang dimulai pada tahun 1926. Kontribusinya yang terkenal adalah penggunaan lantai marmer yang telah banyak membantu kenyamanan jamaah selama beribadah.
Menurut laporan dari Nigerian Tracker, meskipun mendapat tawaran upah besar dari Raja Fahad dan Perusahaan Bin Laden, Ismail menolaknya dengan mengatakan, “Mengapa saya harus menerima uang untuk pekerjaan saya di dua masjid suci? Bagaimana saya menghadap Allah (di hari kiamat?)”.
Ismail, yang juga seorang mualaf, telah mendapatkan tiga gelar doktor dari universitas-universitas di Eropa dan dikenal sebagai lulusan jenius dan tercepat di kelasnya. Motivasinya dalam memasang marmer di dua masjid suci ini adalah untuk mengurangi rasa panas bagi jamaah yang beribadah tanpa alas kaki.
Pemerintah Arab Saudi telah mempercayai Ismail untuk merancang dan mengawasi proyek pemugaran tersebut. Dia pertama kali mendapatkan pasokan marmer dari sebuah perusahaan Yunani yang berlokasi di gunung kecil. Lima belas tahun kemudian, dia diminta lagi untuk menggunakan marmer yang sama untuk Masjid Nabawi.
Namun, saat kembali ke Yunani untuk mendapatkan pasokan marmer, ia mendapati bahwa stoknya telah habis. Perjalanan Ismail mencari marmer tersebut mengantarnya pada sebuah pertemuan tak terduga dengan sekretaris kantor penjual marmer, yang berjanji akan membantunya mencari pembeli yang telah menghabiskan stok tersebut.
Setelah beberapa waktu, sekretaris tersebut berhasil menemukan alamat pembeli itu, yang ternyata adalah sebuah perusahaan di Arab Saudi. Kamal Ismail berkunjung langsung ke perusahaan tersebut dan bertemu dengan direktur admin yang akhirnya menemukan bahwa marmer tersebut belum digunakan dan masih tersimpan di gudang.
Mengharukan, setelah mengetahui marmer tersebut akan digunakan untuk Masjid Nabawi, direktur perusahaan tersebut menolak menerima pembayaran dan memberikan marmer itu secara gratis kepada Ismail. Kisah ini tidak hanya menunjukkan dedikasi Ismail terhadap pekerjaannya tetapi juga menggambarkan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan yang mendalam yang terlibat dalam proses pembangunan dua masjid suci tersebut.