Partisipasi Perempuan dalam Festival Tradisional Pria Tanpa Busana di Jepang

langerhanscellhistiocytosis.org – Hadaka Matsuri atau festival pria telanjang adalah salah satu dari sekian banyak tradisi unik Jepang. Tahun ini akan berbeda, karena ada perempuan yang berpartisipasi di sana. Diberitakan NDTV pada Rabu (24/1), festival tersebut akan digelar di Kota Inazawa, Prefektur Aichi. Hakada Matsuri dijadwalkan pada 22 Februari. Pekerjaan ini berlanjut selama beberapa generasi dan dilakukan setiap tahun. Selama acara tersebut, sekitar 10.000 pria yang mengenakan kain atau fundoshi dan kaus kaki putih akan berkumpul di sana. Selama upacara, para pria akan menghabiskan waktu berjam-jam berjalan di sekitar halaman kuil.

Mereka juga membasuh diri dengan air es sebelum memasuki pura. Seorang pendeta kuil melemparkan dua pohon keberuntungan dan seratus cabang. Peserta harus bekerja keras untuk bisa menyentuh atau mendapatkannya. Dipercaya bahwa siapa yang memegangnya akan mendapat keberuntungan sepanjang tahun. Di penghujung acara, seringkali peserta keluar dengan perasaan kalah. Meski begitu, mereka tetap menyukainya.

Pada tahun 2024, keadaannya sedikit berbeda. Untuk pertama kalinya dalam 1.650 tahun, perempuan akan berpartisipasi dalam upacara ini. Tidak, tidak seperti yang kita duga. Wanita hanya akan melakukan ritual tertentu. Namun mereka harus tetap berpakaian lengkap, mengenakan pakaian tradisional dan menghindari konfrontasi dengan kekerasan. Total ada 40 wanita, dan mereka akan berpartisipasi dalam upacara naoizasa, yaitu membawa kain bambu ke halaman kuil.

Mitsugu Katayama, salah satu penyelenggara pertemuan mengatakan, “Kami belum dapat menyelenggarakan festival seperti yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir karena epidemi dan selama waktu itu kami menerima banyak permintaan dari perempuan di desa untuk mengadakan festival ikut.” komite. Ia menjelaskan, dahulu tidak ada larangan bagi perempuan untuk mengikuti program ini. Namun mereka cenderung menghindari festival dengan tangan mereka sendiri. Langkah ini mendapat pujian dari feminis lokal dan pendukung kesetaraan gender. Hal ini dipandang sebagai langkah maju dalam kampanye kesetaraan gender.

Inilah Sejarah Festival Penuh Warna ‘Holi’ di India

Holi merupakan festival di mana orang-orang yang ada di seluruh India saling melempar air dan bubuk berwarna, di mana mereka merayakannya dengan perasaan bahagia. Acara yang diadakan pad abulan purnama di bulan Hindu Phalguna ini, baik secara kasta, jenis kelamin, usia, dan status disingkirkan dan mereka akan bersenang-senang bersama.

Ada cerita yang berasal dari asal mula Holi dan menceritakan kisah dalam mitologi yang melacak munculnya upaya kami untuk melukis umat manusia dengan lebih berwarna. Mungkin mereka benar, mungkin juga tidak.

Sejak dahulu kala, festival menemukan warna dalam banyak kitab suci, seperti dalam karya-karya seperti Purvamimamsa-Sutra Jaimini dan Kathaka-Grhya-Sutra bahkan dengan deskripsi terperinci dalam teks kuno seperti Narad Purana dan Bhavishyad Purana.

Tadisi ini akan bervariasi di seluruh negeri dan berakar dari mitologi India. Di banyak tempat, festival ini akan dihubungkan dengan legenda Hiranyakashipu, seorang raja iblis dari India kuno. Ia akan meinta bantuan dari saudara perempuannya, Holika, dalam membunuh putranya, Prahlada, yang merupakan seorang pemuja Wisnu yang setia.

Di dalam upayanya tersebut untuk membakar Prahlada, Holika duduk bersama dengannya di atas tumpukan kayu dan mengenakan jubah yang akan melindungi dirinya dari api. Tapi anehnya, jubah tersebut malah melindungi Prahlada, dan Holika pun terbakar.

Pada malamnya, Wisnu berhasil untuk membunuh Hiranyakashipu dan cerita ini diceritakan sebagai bentuk kemenangan kebaikan atas kejahatan. Banyak tempat di India yang akan menyalakan tumpukan kayu besar sebelum Holi untuk merayakan perayaan ini.

Kemenangan kebaikan atas kejahatan adalah tema yang dicoba dan diuji yang berulang kali muncul kembali dalam tulisan suci awal. Holi adalah salah satu festival dengan tema utama kebaikan mengalahkan kejahatan.

Lalu di tempat lain, kisah dari Krisna dan Radha menjadi sentral. Menurut cerita, Krishna yang merupakan Dewa Hindu (perwujudan Wisnu), jatuh cinta dengan pemerah susu Radha, namun karena malu dengan kulitnya yang biru tua dan kulitnya putih.

Untuk memperbaiki hal tersebut, dia bermain-main dengan mewarnai wajahnyaselama pertandingan dengan para pemerah susu lain. Ini dianggap menjadi asal usul dari air berwarna dan lemparan bubuk. Kegembiraan umum ini juga dapat dilihat dalam ciri khas Krishna, yang dikenal sebagai pribadi yang suka bercanda dan bermain. Holi memuji kehidupan, cinta, vitalitasnya, hasratnya.

Namun, makna festival telah mengalami perubahan signifikan selama berabad-abad. Holi dulunya merupakan ritual yang dilakukan oleh wanita yang sudah menikah berdoa untuk kesejahteraan keluarga mereka di mana Raka, bulan purnama, disembah.

Jauh sebelum balon air dan pichkaaris, Holi hanyalah sebuah ide- ide yang menjadi salah satu festival paling lucu di dunia. Ya, Holi adalah festival warna. Tapi apa yang dilambangkan oleh warna di sini? Sebenarnya tidak ada yang pernah yakin dengan awal mula dari festival ini.  

Tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad untuk menandakan festival warna di seluruh dunia, yang asalnya hanya dari mitologi Hindu. Juga dikenal sebagai “Dol Purnima” dan “Bashanta Utsav”, Holi sendiri bermanuver menjadi beberapa warna yang membangun maknanya secara harfiah ke dalam pikiran dan jiwa kita selama berabad-abad.

Kenali Sejarah, Filosofi, dan Asal dari Rumah Joglo, Yuk!

Rumah Joglo merupakan rumah adat dari Jawa Tengah. Bangunan ini pada umumnya dibangun dengan menggunakan kayu jati. Ciri khas lain yang menonjol dari rumah adat ini adalah atapnya yang memiliki bentuk tajug, atau mirip dengan piramida yang mengerucut.

Istilah dari Joglo ini berasal dari kata tajug dan loro, di mana ini merupakan singkatan dari juglo dan maknanya adalah penggabungan dua tajug. Saat ini dalam perkembangannya, penyebutan juglo berubah menjadi joglo.

Berikut ini kami akan membahas mengenai rumah adat joglo beserta dengan filosofinya.

Sejarah dan Filosofi Rumah Joglo

Rumah Joglo adalah simbol yang menunjukkan mengenai status sosial masyarakat Jawa yang ada di zaman dulu. Sebab itulah meskipun merupakan rumah tradisional Jawa Tengah, tetapi tidak semua orang pada zaman dulu dapat membangunnya.

Mereka yang dapat membangun rumah joglo merupakan masyarakat yang memiliki status sosial tinggi dan juga kemampuan ekonomi yang mumpuni. Hal ini berhubungan dengan bahan bangunan rumah joglo, yaitu kayu jati. Kayu jati merupakan kayu yang memiliki kualitas bagus serta memiliki harga yang mahal.

Bukan hanya itu saja, biaya dari pembangunan rumah joglo juga tinggi. Butuh waktu yang sangat lama untuk membangun satu rumah joglo. Jadi jangan heran kalau pada masa tersebut hanya orang yang masuk ke golongan bangsawan, raja, dan orang kaya saja yang bisa membangun rumah joglo.

Setiap bagian dari rumah joglo memiliki prinsip hierarki atau tingkatan di dalam struktur rumah yang unik. Ada tiga bagian yang dapat ditemukan di dalam rumah joglo, yaitu bagian depan (Pendapa), bagian tengah (pringgitan), dan ruang utama (dalem).

Prinsip ini berupa bagian depan dari rumah yang memiliki sifat umum, sedangkan untuk bagian belakang yang memiliki sifat khusus. Sebab itu, akses untuk dapat masuk ke bagian belakang rumah hanya dapat diberikan ke orang-orang tertentu saja.

Bukan hanya itu saja, rumah joglo juga memiliki empat tiang penyangga atau soko guru yang dibagian tengahnya memiliki ukutan lebih tinggi, serta digunakan sebagai penopang atap. Makna dari soko guru yang merupakan rumah adat Joglo ini merupakan gambaran kekuatan dari empat penjuru mata angin.

Sebab itu, masyarakat yakin kalau berlindung di rumah Joglo dapat membuat mereka terhindar dari bencana.

Sedangkan untuk masyarakat Jawa, tajug merupakan bentuk gunung. Untuk mereka gunung adalah tempat tinggi yang sakral dan didiami oleh para dewa.

Berikut ini kami akan membahas mengenai bagian-bagian yang ada di dalam rumah Joglo beserta dengan filosofi yang terkandung di dalamnya.

1. Pendapa

Pendapa secara umum terletak di bagian depan rumah joglo. Maknanya adalah orang Jawa memiliki sifat yang terbuka dan juga ramah. Pendapa ini adalah fasilitas yang digunakan untuk menerima tamu, seperti tikar yang digunakan untuk alas duduk. Hal ini memiliki tujuan agar tidak adanya kesenjangan atara tamu dan juga tuan rumah.

2. Pringgitan

Selanjutnya ada pringgitan yang terletah di dalam rumah. Biasanya ini digunakan untuk jalan masuk dan menggelar pertunjukan wayang kulit atau kesenian lain. Penampilan yang ada di pringgitan ini biasanya mengarah ke arah pendapa.

3. Dalem

Di bagian utama rumah, akan ada kamar-kamar yang disebut dengan senthong. Disini ada tiga bilik saja, yaitu kamr pertama untuk laki-laki, dan kamar kedua untuk perempuan. Sedangkan kamar ketiga digunakan untuk menyimpan pusaka dan tempat pemujaan kepada sang Dewi Sri atau Dewi Padi, sehingga sengaja dikosongkan. Kamar kosong ini diangga[ sebagai tempat paling sakral yang ada di dalam rumah.

Nah, itulah beberapa hal yang perlu kamu ketahui seputar rumah joglo.