Mengenal Tradisi Pertunangan Chinese: Makna di Balik Setiap Prosesi

https://www.bonanzarestaurants.com/ – Tradisi pertunangan dalam budaya Chinese memiliki nilai luhur yang melekat kuat hingga saat ini. Setiap prosesi bukan hanya sekadar formalitas, melainkan mengandung harapan, doa, serta penghormatan terhadap leluhur dan keluarga.

Prosesi pertunangan biasanya dimulai dengan acara “Guo Da Li”, di mana pihak pria membawa berbagai persembahan kepada keluarga wanita. Mereka membawa barang-barang seperti kue-kue tradisional, angpau, teh, serta perlengkapan simbolis lainnya. Setiap persembahan memiliki makna mendalam. Misalnya, kue bulan atau kue bulat melambangkan keutuhan dan kesatuan, sementara angpau berisi harapan akan kemakmuran dan keberuntungan.

Setelah itu, keluarga wanita membalas dengan prosesi “Hui Li”. Mereka mengembalikan sebagian hadiah sebagai tanda bahwa keluarga wanita menerima lamaran dengan tulus dan menghargai kebaikan pihak pria. Tradisi ini memperlihatkan pentingnya keseimbangan dalam hubungan dua keluarga.

Tak hanya itu, dalam budaya Chinese, memberikan teh saat pertunangan juga memiliki arti penting. Calon pengantin perempuan biasanya menyerahkan teh kepada orang tua pria sebagai bentuk penghormatan. Gestur sederhana ini menyampaikan rasa terima kasih dan kesediaan untuk menjadi bagian dari keluarga baru.

Seluruh prosesi ini menekankan pentingnya nilai kekeluargaan, rasa hormat, serta harapan akan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Tradisi pertunangan Chinese mengajarkan bahwa pernikahan bukan sekadar menyatukan dua individu, melainkan juga membangun ikatan yang kokoh antar dua keluarga besar.

Melalui pertunangan, kedua belah pihak tidak hanya mempererat hubungan, tetapi juga menunjukkan komitmen yang serius untuk melangkah ke jenjang pernikahan dengan restu dan doa seluruh keluarga. Tradisi ini, hingga kini, tetap dijaga karena ia mengandung kearifan lokal yang mengakar kuat dalam budaya Tionghoa.

Mengenal Filosofi Gunungan Wayang Kulit, Budaya Indonesia yang Diakui Dunia

Wayang kulit merupakan salah satu budaya khas Indonesia yang sudah sangat dikenal dunia. Hal ini berhubungan dengan keunikan dan makna dari wayang kulit itu sendiri. Penggunaan wayang kulit bukan hanya dipakai sebagai pembuka atau penutup dari suatu gelaran, namun juga ada filosifi gunungan yang penuh dengan makna.

Jika kamu tertarik untuk memahami makna filosofis dari wayang, misalnya gunungan, ini adalah hal bijak yang perlu untuk dilakukan. Karena itu menjadi langkah kecil dalam menjaga kelestarian wayang.

Secara umum, gunungan wayang biasanya akan dilengkapi dengan beberapa gambar yang mewakili beragam unsur alam semesta. Jika kamu melihat gunungan lebih mendetail, maka akan banyak gambar seperti di bawah ini:

  • Rumah atau balai dengan lantai bertingkat tiga.
  • Daun pintu rumah dihiasi lukisan Kamajaya berhadapan dengan Dewi Ratih.
  • Dua raksasa saling berhadapan membawa pedang atau gada lengkap dengan tameng.
  • Dua naga bersayap di kanan dan kiri.
  • Harimau yang berhadapan dengan banteng.
  • Hutan dengan ragam satwa.
  • Pohon besar di tengah hutan yang dililit seekor ular.
  • Kepala makara di tengah pohon besar.
  • Dua kera dan lutung di atas ranting.
  • Dua ayam alas di atas cabang pohon.

Tentunya masing-maisng dari gambar di atas memiliki makna filosofis tersendiri. Biasanya gunungan yang digunakan pada wayang kulit memiliki bentuk lancip ke atas. Hal ini melambangkan kehidupan dari manusia, yaitu semakin tinggi ilmu dan tua usianya, maka mereka harus semakin mengerucu, melambangkan mereka akan semakin dekat dengan sang pencipta.

Ada Gapura dengan dua penjaga di gunungan wayang kulit, yaitu Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto. Dua penjaga ini melambangkan hati dari manusia yang memiliki sisi baik dan buruk. Terdapat juga tameng yang dipegang oleh kedua raksasa yang melambangkan penjaga alam dan terang.

Rumah Joglo merupakan lambang dari suatu rumah atau negara yang di dalamnya berisi kehidupan aman, tenteram, dan bagagia. Sedangkan jika dilihat bagian atasnya terdapat gambar harimau dan banteng yang saling berhadapan.

Makna dari benteng ini adalah manusia harus kuat, ulet, tangguh, dan lincah. Sedangkan Harimau di sini melambangkan raja hutan. Tetapi makna di dalam wayangan ini, harimau melambangkan bahwa manusia harus dapat menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan lebih bijaksana ketika bertindak. Sehingga manusia dapat menjadi manfaat untuk diri sendiri dan juga orang lain.

Lalu dua kera dan lutung yang ada di atas ranting memiliki makna jika manusia harus memiliki sifat yang dapat memilih baik dan buruk dari suatu hal. Ini berhubungan dengan sifat dari kera yang dapat memilih mana buah yang bagus, matang, dan manis.

Pohon besar yang ada di gunungan ini menjulang ke atas dan menjalan ke seluruh badan dari gunungan. Makna dari hal tersebut adalah segala budidaya dan perilaku dari manusia harus terus bergerak secara dinamis, sehingga dapat memberikan manfaat dan warna pada dunia serta alam semesta. Pohon juga dinilai memiliki makna tuhan, yaitu mengayomi dan melindungi manusia yang hidup di dunia.

Di dalam gunungan juga terdapat burung yang maknanya adalah manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi tempat indah, baik secara spiritual atau dalam hal material. Nah, itulah filosofi dari gunungan wayang kulit. Ada banyak hal yang dapat kita petik dari budaya Indonesia satu ini.